Melunasi Kerinduan
oleh: Roni Bani
Melunasi Kerinduan
Pengantar
Satu video pendek yang dikirimteruskan via aplikasi WhatsApp masuk ke grup keluarga kami. Saya menontonnya sambil tersenyum. Menit berikutnya, terbersit ide untuk menulis, tetapi saya pun ingat para sahabat pecinta aksara~penikmat menulis di WA Grup Komunitas Penulis Guru NTT. Saya lanjutkan vidio itu ke dinding percakapan dengan permintaan agar bila ada anggota yang mau menulis, menulislah di blog atau di dinding percakapan.
Saya sendiri suka juga untuk mengulas gambar itu sebagai usaha untuk memoles benak yang sedang berkelana mencari ide pagi.
Beberapa menit setelah saya teruskan ke WAG itu, sudah ada seorang anggota mengirim satu artikel pendek. Senang membaca curahan hatinya tentang korona yang meluluhlantakkan banyak rencana, memisahkan orang-orang terkasih sebagai korban kekejamannya korona.
Itulah kisah pagiku pada dua belas juni dua ribu dua puluh. Lalu saya hendak belajar apa dari video berdurasi 55 detik itu?
Meretas Kerinduan di Tengah Pandemi Korona
Ketika Badan Kesehatan Dunia, WHO mengumumkan bahwa virus korona (covid-19) bukan lagi menjadi ancaman lokal tetapi global, maka dunia menggeliat. Ancaman lokal dari suatu penyakit disebut endemik, sementara ancaman global, pandemi. Pemerintah NKRI segera memaklumatkan kepada warga bangsa ini untuk waspada terhadap penyebaran covid-19.
Pemerintah segera mengeluarkan tiga hal umum yang rutin dilakukan. Ketiga hal itu diserukan dalam satu paket, bekerja, belajar dari rumah dan beribadah di rumah. Warga bangsa bagai di tengah medan perang. Antara keluar dari rumah atau tidak, di sana ada ancaman. Sementara bila tetap di rumah, tanggungan menuntut. Manakah yang harus didahulukan, protokol kesehatan atau kebutuhan pokok sebagai makhluk manusia, terutama pangan.
Penyebaran covid-19 tak dapat ditangkal secara total di Indonesia. Sekolah-sekolah ditutup, rumah/gedung ibadah ditutup, tapi pasar dibuka walau ada penegasan untuk waspada.
Keluarlah teknis pelaksanaan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menggunakan masker, membersihkan tangan dengan cairan pembersih kuman, mencuci pakaian dan mandi ketika tiba kembali di rumah, berjemur pada jam sepuluh pagi, dan lain-lain teknis yang memungkinkan memutus penyebaran virus korona.
Kaum beragama manapun akhirnya menunda upacara-upacara keagamaan pada hari-hari raya keagamaan. Paskah, Jumat Agung, Idulfitri dengan ikutannya seperti mudik, Galungan, Nyepi; semuanya harus menepi agar korona dapat ditekan hingga berlalu dari peredarannya.
Tidak dapat terjadi demikian. Manusia terus bergerak pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Udara dapat saja tercemar dalam kasus tertentu sehingga virus ini bisa tinggal di suatu tempat ketika terjadi sentuhan pada titik benda tertentu.
Kasus transmisi lokal. Bagaimana terjadinya? Sebelumnya selalu ada kekuatiran bahwa virus korona dibawa oleh mereka yang datang dari daerah dengan status zona merah. Lalu bagaimana tiba-tiba ada transmisi lokal? Kekuatiran makin menjadi-jadi. Angka kematian terus bertambah, angka pasien yang sembuh naik yang mengindikasikan keberhasilan penanganan medis. Kuburan digali secara cepat, protokol penguburan jenazah korban korana hampir saja dipakai pula untuk menguburkan mereka yang bukan korban korona.
Ketakutan, kecemasan dan kegentaran. Orang-orang semakin terpisah dalam jarak. Itulah sebabnya muncul penyakit sick home, rindu kembali ke rumah.
Dua biawak yang berpelukan dalam video berdurasi 55 detik itu suatu lelucon belaka. Orang dapat membaca suasana itu sebagai entertain dari dunia binatang yang secara kebetulan terekam kamera handphone. Tapi, bila manusia yang terkurung atau terpisah jarak, mereka bisa bertemu di dunia maya melalui aplikasi skype, zoom, vidcol, dan lain-lain. Semua itu tidak melunasi sick home.
Melunasi semuanya itu hanya dapat terjadi ketika bertemu, mesti berpelukan, mencium tangan, cium pipi kiri-pipi kanan, memberi pangkuan untuk diduduki, bercanda, curhat, dan lain sebagainya. Hal-hal demikian itulah yang dapat melunasi penyakit rindu ke rumah.
Mungkin dua biawak itu mau memberi gambaran kepada manusia, bahwa korona telah memisahkan kamu dalam aturan jaga jarak fisik dan jarak sosial. Jangan bla, tidak boleh blo, hanya bisa ble... . Maka, tirulah kami dengan mematuhi aturan sebagaimana kami mematuhi aturan alam. Pelajaran itu diberikan secara tidak langsung kepada makhluk manusia yang berhikmat dan berbudi.
Penutup
Tulisan ini hanyalah persepsi atas video berpelukannya dua biawak di jalanan yang direkam oleh orang yang tidak menyebutkan namanya dalam unggahan video itu. Semoga tulisan ini menginspirasi para sahabat lain untuk menulis lebih baik daripada yang saya tulis.
Terima kasih
Koro'oto, 12 Juni 2020
Beberapa menit setelah saya teruskan ke WAG itu, sudah ada seorang anggota mengirim satu artikel pendek. Senang membaca curahan hatinya tentang korona yang meluluhlantakkan banyak rencana, memisahkan orang-orang terkasih sebagai korban kekejamannya korona.
Itulah kisah pagiku pada dua belas juni dua ribu dua puluh. Lalu saya hendak belajar apa dari video berdurasi 55 detik itu?
Meretas Kerinduan di Tengah Pandemi Korona
Ketika Badan Kesehatan Dunia, WHO mengumumkan bahwa virus korona (covid-19) bukan lagi menjadi ancaman lokal tetapi global, maka dunia menggeliat. Ancaman lokal dari suatu penyakit disebut endemik, sementara ancaman global, pandemi. Pemerintah NKRI segera memaklumatkan kepada warga bangsa ini untuk waspada terhadap penyebaran covid-19.
Pemerintah segera mengeluarkan tiga hal umum yang rutin dilakukan. Ketiga hal itu diserukan dalam satu paket, bekerja, belajar dari rumah dan beribadah di rumah. Warga bangsa bagai di tengah medan perang. Antara keluar dari rumah atau tidak, di sana ada ancaman. Sementara bila tetap di rumah, tanggungan menuntut. Manakah yang harus didahulukan, protokol kesehatan atau kebutuhan pokok sebagai makhluk manusia, terutama pangan.
Penyebaran covid-19 tak dapat ditangkal secara total di Indonesia. Sekolah-sekolah ditutup, rumah/gedung ibadah ditutup, tapi pasar dibuka walau ada penegasan untuk waspada.
Keluarlah teknis pelaksanaan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menggunakan masker, membersihkan tangan dengan cairan pembersih kuman, mencuci pakaian dan mandi ketika tiba kembali di rumah, berjemur pada jam sepuluh pagi, dan lain-lain teknis yang memungkinkan memutus penyebaran virus korona.
Kaum beragama manapun akhirnya menunda upacara-upacara keagamaan pada hari-hari raya keagamaan. Paskah, Jumat Agung, Idulfitri dengan ikutannya seperti mudik, Galungan, Nyepi; semuanya harus menepi agar korona dapat ditekan hingga berlalu dari peredarannya.
Tidak dapat terjadi demikian. Manusia terus bergerak pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Udara dapat saja tercemar dalam kasus tertentu sehingga virus ini bisa tinggal di suatu tempat ketika terjadi sentuhan pada titik benda tertentu.
Kasus transmisi lokal. Bagaimana terjadinya? Sebelumnya selalu ada kekuatiran bahwa virus korona dibawa oleh mereka yang datang dari daerah dengan status zona merah. Lalu bagaimana tiba-tiba ada transmisi lokal? Kekuatiran makin menjadi-jadi. Angka kematian terus bertambah, angka pasien yang sembuh naik yang mengindikasikan keberhasilan penanganan medis. Kuburan digali secara cepat, protokol penguburan jenazah korban korana hampir saja dipakai pula untuk menguburkan mereka yang bukan korban korona.
Ketakutan, kecemasan dan kegentaran. Orang-orang semakin terpisah dalam jarak. Itulah sebabnya muncul penyakit sick home, rindu kembali ke rumah.
Dua biawak yang berpelukan dalam video berdurasi 55 detik itu suatu lelucon belaka. Orang dapat membaca suasana itu sebagai entertain dari dunia binatang yang secara kebetulan terekam kamera handphone. Tapi, bila manusia yang terkurung atau terpisah jarak, mereka bisa bertemu di dunia maya melalui aplikasi skype, zoom, vidcol, dan lain-lain. Semua itu tidak melunasi sick home.
Melunasi semuanya itu hanya dapat terjadi ketika bertemu, mesti berpelukan, mencium tangan, cium pipi kiri-pipi kanan, memberi pangkuan untuk diduduki, bercanda, curhat, dan lain sebagainya. Hal-hal demikian itulah yang dapat melunasi penyakit rindu ke rumah.
Mungkin dua biawak itu mau memberi gambaran kepada manusia, bahwa korona telah memisahkan kamu dalam aturan jaga jarak fisik dan jarak sosial. Jangan bla, tidak boleh blo, hanya bisa ble... . Maka, tirulah kami dengan mematuhi aturan sebagaimana kami mematuhi aturan alam. Pelajaran itu diberikan secara tidak langsung kepada makhluk manusia yang berhikmat dan berbudi.
Penutup
Tulisan ini hanyalah persepsi atas video berpelukannya dua biawak di jalanan yang direkam oleh orang yang tidak menyebutkan namanya dalam unggahan video itu. Semoga tulisan ini menginspirasi para sahabat lain untuk menulis lebih baik daripada yang saya tulis.
Terima kasih
Koro'oto, 12 Juni 2020
Hmmm sepertinya Pak Roni mengabadikan si corona ini dalam sebuah buku
BalasHapussaya coba beri motivasi pada teman-teman untuk membuat blog. Bila belum membuat blog tetapi jika ada tulisan, saya jadikan blog ini sebagai bank tabungan menulis
HapusBagus Pak Roni..salam literasi 👍👍
BalasHapusSalam Literasi. Mari Menulis selagi masih bisa menari di atas huruf dan tanda baca
HapusSangat menginspirasi Pak... baguss
BalasHapusterima kasih. Semoga inspirasi ini menularkan bisa kebisaan lebih lagi pada semua Pegiat Literasi. Mari Menulis.
HapusLuar biasa pak Rony
BalasHapusha ha... ibu Mince, lanjutkan tugas belajar menulis selama masih mau belajar dan praktik menulis. Mari Menulis
HapusMantap pak guru, saya jd termotivasi.
BalasHapuswao, sayang sekali tanpa nama... Jadi saya termotivasi juga untuk berbicara dengan ghost
HapusLuar biasa ide nya pak Roni dari mengulas gambar...hingga mengalirkan kenangan kerinduan...
BalasHapusSalam kenal.
Luar biasa ide nya pak Roni dari mengulas gambar...hingga mengalirkan kenangan kerinduan...
BalasHapusSalam kenal.
Luar biasa ide nya pak Roni dari mengulas gambar...hingga mengalirkan kenangan kerinduan...
BalasHapusSalam kenal.
Mantap, salam rindu untuk segenap sahabat.
BalasHapus