Nuansa Praktik mengajar di SMA Negeri 1 Kota Kupang
Nuansa Praktik mengajar di SMA Negeri 1 Kota Kupang
Namaku Merdana Santri Ora biasa dipanggil Tri.
Aku seorang mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Persatuan Guru 1945 NTT atau dikenal dengan kampus UPG 1945.
Tahap demi tahap terlewati akhirnya tiba pada tahap Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Penempatan dari kampus yakni pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMANSa) Kota Kupang. Lamanya masa PPL 3 bulan. Aku salah satu mahasiswi terpilih dan rekomendasi dari Program Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia bersama 4 orang teman dari Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) mewakili FKIP. Mengapa hanya kami berlima? Karena ini baru pertama kali mahasiswa UPG 1945 mendapat peluang untuk PPL di SMANSa sehingga kami disebut perintis sedangkan teman-teman yang lain mereka ditempatkan terhitung lebih dari sepuluh orang.
Saat mendengar berita bahwa aku ditempatkan di SMANSa Kota Kupang, rasanya tidak dapat menerima kenyataan. Gugup. SMANSa Kota Kupang sebagai SMA Favorit dan peserta didik yang cerdas serta berprestasi. Maka, melakukan PPL di sana merupakan satu tantangan, di antaranya harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, baik dalam hal pengetahuan, ketrampilan mengajar dan mendidik, serta kemampuan bersosialisasi dengan guru dan peserta didik.
Saat itu aku sempat protes ke dosen dan meminta untuk beralih ke sekolah yang lain. Ketua Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia menjawab, "Mau sonde mau Merdana tetap di SMA 1 karena ini baru pertama kali. Jadi musti yang berani, sapa suruh pintar? Semua dosen yakin Merdana yang pas di SMA 1 na."
Jawaban ini sepertinya membangun rasa percaya diri kalau aku termasuk mahasiswa mampu tapi tetap saja menimbulkan rasa gugup.
Beberapa minggu sebelum pembekalan aku masih belum siap dan sering chatting dengan bapak guru Roni Bani dan bapak Yeri Bani menginformasikan kepada mereka tentang hal ini. Jawaban mereka singkat dan tujuan yang sama. "Kaka pasti bisa dan harus bawa diri dengan baik, juga banyak belajar."
Namun rasa masih kurang percaya diri (pede) hehheheh... . Maka aku mencoba chatting WhatsApp lagi dengan Pengasuh Mata Kuliah Microteaching untuk mencari tahu kepastian apakah seorang Tri layak mengajar? Selanjutnya aku minta tips tambahan selain yang sudah dipelajari pada mata kuliah Belajar dan Pembelajaran saat mengajar di dalam ruang kelas.
Salah satu moment saat praktik mengajar
Saat itu terasa lucu ketika dapat balasan WhatsApp "sonde layak na kenapa nilai A di itu dua mata kuliah?"
"Wkwkkwk!" Jawaban yang mengukus mental tanya akhirnya aku mulai menyakinkan diri aku pasti bisa.
Setelah kegiatan pembekalan kami berlima diantar oleh Dosen Pendamping Lapangan.
Saat tiba di sekolah kami bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Bidang Kurikulum untuk memperkenalkan diri, asal kampus dan asal program studi. Kami mendapat Guru Pamong, dan penempatan kelas mengajar.
Waktu itu aku ditempatkan di kelas XI ( A, B, C, D, F, G dan H , dan kelas XII A, B, C dan D).
Nah. Setelah prosesi itu selesai kami langsung diarahkan ke Guru Pamong masing-masing. Apa yang terjadi ketika bertemu Guru Pamong?
Hal yang sama ada dalam perkenalan singkat dan mulai berkunjung ke tiap kelas untuk observasi. Awal masuk kelas rasa gugup pun mulai terasa karena mereka menggunakan Kurikulum Merdeka atau Kurmer dan dilihat secara fisik anak-anak lebih tinggi dan lebih besar dari padaku.
"Wah sudah cerdas, tinggi dan besar, lahir di kota bagaimana dengan aku seorang anak desa? Mungkinkah bisa bekerja sama dan mengajar mereka dengan baik?" aku menggumam.
Banyak pertanyaan yang mulai muncul karena waktu itu juga ada mahasiswa PPG jadi rasa minder pun mulai ada.
Setelah satu minggu tahap observasi terselesaikan maka aku mulai ada pada tahap mengajar, namun sebelumnya aku diminta untuk membuat Modul Ajar.
Jujur waktu itu aku benar-benar takut dan serasa minta pulang karena yang dipelajari di kampus Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bukan Modul Ajar. Namun keadaan memaksa untuk harus bisa sehingga ketika diberi mandat oleh Guru Pamong katanya "Ibu Tri tolong siapkan modul ajar sekarang juga sesuai topik pembelajaran yang terjadwal."
Mendengar suruhan itu akupun menjawab, "Siap ibu, aku akan mencoba menyiapkan, tetapi sejujurnya kami di kampus masih belajar tentang RPP, jadi aku akan mencoba sesuai apa yang pernah dipelajari dan dibaca di media online, setelah itu ibu koreksi untuk diperbaiki."
Guru Pamong pung menyetujui hal itu. Akupun mulai mencoba kurang lebih 40 menit akhirnya selesai. Dengan perasaan dag dig dug aku serahkan hasil ke Guru Pamong untuk diperiksa. Apa yang terjadi? Saat itu aku tidak berani menatap Guru Pamong karena takut salah. Beberapa menit kemudian terdengar suara pamong menyapa, "Ibu Tri, tadi katanya nggak bisa karena belum sempat belajar tentang modul ajar ,nah kenapa ini kelihatan sempurna dan lengkap?"
Mendengar apa yang dikatakan Guru Pamong rasa gugup mulai pudar dan aku menjawab, "Ibu ... . Beta pernah baca dan dengar bilang Modul Ajar sonde beda jauh dengan RPP jadi coba paksa otak untuk kerja."
Saat itu Guru Pamong mulai memberikan kepercayaan penuh untuk mengajar.
Sampai disini ? Oh tidak masih berkelanjutan!!! ... .
Pada tahap mengajar aku mempersiapkan diri dengan bangun jam 3 subuh, diawali dengan doa dan mulai membaca dan menulis. Aku mencari referensi dari berbagai sumber sesuai topik pembelajaran pada jadwal harian.
Setelah belajar aku harus masak dan siap bekal untuk dibawa ke sekolah. Mandi dan siap berangkat pada pukul 06.00 karena pukul 06.30 apel pagi.
Selama 3 bulan aku tidak pernah terlambat dan tidak pernah memperkenalkan diri di semua guru tapi dengan sendirinya identitas atoin Meto' Amarasi terpancar karena kata mereka aku ceria, murah senyum, cara berpakaian sangat sopan.
Dari mana aku tahu hal itu?
Saat pagi hari sebelum apel pagi seorang guru mendekatiku dan bercerita saat itu aku ditanya asal mana aku menjawab Amarasi. Lalu ibu itu mengatakan, "pantasan dari awal beta lihat ibu Tri kalau datang sekolah di depan pintu pagar sa su senyum, sopan dan ceria. Kalau su jadi guru na begitu terus ee anak."
Singkat cerita aku mulai masuk ruangan dan mengajar walaupun sebelumnya ada cerita dari guru-guru PPG kalau peserta didik di kelas itu cerdas namun sangat nakal, sehingga sulit untuk kerja sama dengan mereka. Semua cerita itu tidak mengurangi semangat mengajar yang ada padaku sehingga aku siap menghadapi mereka.
Sebelum mendekati meja dan kursi guru yang disiapkan dalam hati ku berkata,"allah bisa karena biasa, Tri bisa karena Allah dan dalam nama Tuhan Yesus." Aneh tapi menyenangkan.... hehehe.
Aku mulai mengajar dengan ditemani Guru Pamong.
Aku menyapa murid-murid dan memperkenalkan diri. Memulai kegiatan belajar dan pembelajaran.
Aktivitas pembelajaran tahap demi tahap terlewati. Tibalah saatnya untuk pergantian jam pembelajaran seperti yang dilakukan oleh guru yang lain perlu ada evaluasi pembelajaran dengan dua pertanyaan diajukan untuk peserta didik yakni, "apa yang kalian suka dari ibu dan yang tidak kalian suka?"
Maka bertaburlah beragam jawaban dari murid-murid ada yang mengatakan kami senang belajar dengan ibu Tri karena ibu Tri murah senyum, suaranya lantang, penjelasannya sederhana tapi mudah dipahami bahkan ada yang mengatakan yang ketong son suka dari ibu itu kurangi senyum karena manis deng bikin nyaman.
Saat akan berpisah
Jawaban yang bikin ngakak, tertawa terbahak dan gugup, tapi menyenangkan. Saat kegiatan pembelajaran usai dan kembali ke ruang guru, peserta didik malah mencari. Mereka ingin duduk bersama dalam berbagi cerita dan pengalaman dengan mereka. Maka, timbullah pertanyaan dari Guru Pamong dan guru-guru PPG, mengapa ketika Ibu Tri mengajar peserta didik diam dan mengikuti dengan baik bahkan baru beberapa hari sudah akrab sekali dibanding mereka yang sudah hampir 10 bulan?
Aku hanya tersenyum tanpa jawaban.
Hari- hari dilewati bersama murid-murid dengan baik bahkan aku diberi kesempatan mewakili semua mahasiswa PPG dan PPL untuk mengawas pada saat asesmen tengah semester. Bertemu dengan duta literasi NTT serta turut mengawasi pelaksanaan Projek atau P5.
Sungguh menyenangkan dan banyak hal baru telah kutemukan. .
Proses demi proses akhirnya tiga bulan harus usai, dan ada pada tahap ujian. Tahap ini yang membuat aku semakin bingung karena peserta didik minta harus ujian di semua kelas sedangkan peraturan ujian hanya terlaksana satu kali.
Bagaimana supaya anak-anak tidak kecewa akhirnya aku memutuskan untuk gabung jadi tiga kelas sehingga buka pembelajaran dai satu kelas, materi di satu kelas dan tutup pembelajaran di satu kelas.
Setelah itu aku harus pamit dan perpisahan dengan mereka. Air mata sempat menjadi pelengkap perpisahan antara aku dan mereka serta menjadi memori indah yang memberikan makna. Kita tidak harus hebat baru mencoba melainkan harus berani, harus banyak belajar. Seorang guru harus memperlakukan murid dengan cara sederhana dan adil, senyuman dan etika menjadi jembatan penghubung kita dengan orang lain. Seorang guru harus menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman.
Penulis: Merdana Santri Ora
Editor: Admin


.jpeg)


teruslah menulis, ingatlah untuk selalu membaca agar kantong kata selalu terisi, maka mainkan diksi menarik pada tulisan-tulisan selanjutnya
BalasHapusBiasakan untuk berkunjung ke kolom komentar agar memberi respon pada pembaca. Terima kasih sudah menunaikan tugas hari ini
BalasHapus