Selamat Jalan, Vany

 

Sumber: Meta AI

Hari yang cerah di desa, udara yang segar, jauh dari kebisingan. Tidak banyak kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang menghasilkan karbondioksida menimbulkan polusi, hanya ada bunyi kaki-kaki kecil yang terdengar. Hanya ada suara ternak-ternak peliharaan berteriak seolah meminta tuannya memberi makan. Ya desa yang indah.

Sumber: Meta AI

Hari ini Vany bangun lebih pagi, karena ia harus membuat jajanan untuk dibawa ke sekolah. Ya, seperti biasanya, jajanan sederhana yang ia geluti selama 2 tahun terakhir setelah di tinggal sang ibu tercinta. Vany seorang anak yatim-piatu. Ayahnya telah meninggal dunia sejak ia berusia 2 tahun, dan ibunya pun telah meninggal di usia Vany yang ke 10 tahun. Vany sudah terlatih membuat jajanan dari ubi , yang diolah menjadi jajanan , dan inilah yang bisa membantu Vany memenuhi kebutuhan nya. Ia tinggal seorang diri di sebuah gubuk di ujung jalan desa Makmur.

Ia bergegas ke sekolah, sambil memegang jajanan di dalam sebuah kantong plastik , bergegas menuju kantin untuk menitipkan jajanan pada kantin sekolah. Yang nanti nya akan dijual oleh ibu yang bertugas di kantin. Jajanan ini sangat laris dan dicari-cari warga sekolah pada jam istirahat.

Vany masuk ke kelas, di sana ia bertemu guru kelas nya, ibu Ita.

“Selamat pagi, bu,” Vany memberi salam pada ibu gurunya.

“Selamat pagi, Vany. Apa kabar? Sehat-sehat,ya,” balas ibu gurunya.

Ibu Ita adalah sosok ibu yang begitu perhatian dengan Vany sejak Vany masuk sekolah. Apalagi setelah Vany ditinggal sang ibu. Sudah berulang kali ibu Ita mengajak Vany tinggal bersama nya tetapi Vany tidak menerima tawaran tersebut, Vany mau terus berada di gubuk mereka , karena di sanalah ia bisa merasa tenang, dan bisa bekerja dengan leluasa, maklum Vany anak yang pemalu, apalagi di rumah ibu Ita ia akan sulit menyesuaikan diri.

Ini yang membuat Vany bertahan sendri dan berjuang melewati setiap hari. Selain Vany anak yang mandiri, bisa membuat jajanan, ia memiliki kelebihan dalam pelajaran matematika. Lewat kelebihan tersebut ia menolong teman-teman yang kesulitan dalam pelajaran tersebut.

Ia mendapat balasan atas jasanya. Ulang-ulang Vany menolak akan tetapi mereka terus memaksa hingga Vany menerima. Ada yang memberikan Vany pakaian, makanan dan kebutuhan lain nya.

Vany juga memiliki suara yang merdu, sehingga selalu mengisi pujian di gereja, dan membuat para jemaat tergugah ketika mendengar suara nya yg begitu indah.

Nasib Vany yang malang, yang telah ditinggal orangtuanya membuat dia gigih berjuang, sekalipun anak seusia Vany tak seharusnya berjuang mencari nafkah. Tuntutan hidup membuat dirinya harus bekerja keras.

Setiap pekerjaan dan kesibukan dalam membantu teman yang membutuhkan ia jalani dengan cinta, ketulusan dan ungkapan syukur. Sehingga banyak dari orang-orang yang Vany temui begitu mencintai menerima dan memeluknya dengan cinta yang hangat.


Hingga suatu waktu, Vany mengidap satu penyakit yang membuatnya semakin kurus, lemah, dan sering pingsan jika kelelahan. Awalnya ia mengira kalau ia kurang istrahat,atau karena terlambat makan, tapi semakin hari keadaannya semakin memburuk, membuat ibu Ita merasa sedih.

Ibu Ita menyemangati Vany, membawanya ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya. Awalnya Vany menolak dengan alasan merepotkan.

“Vany mesti ke rumah sakit. Di sana dokter dan para perawat akan mengurus sebaik-baiknya untuk mengetahui jenis penyakitmu, dan cara merawatnya.”

“Tidak, bu. Rasanya akan merepotkan,” jawab Vany.

Desakan ibu Ita berhasil meyakinkan bahwa penyakit apa pun itu perlu mendapat penanganan medis.

Mereka berangkat ke Puskesmas di kota kecamatan. Di sana ia mendapatkan secarik kertas yang disebut rujukan.

“Kamu harus mendapat perhatian serius di rumah sakit, nak. Di sini perlengkapan belum memungkinkan,” demikian urai seorang perawat Ketika menyerahkan surat rujukan.

Mobil ambulans dari Puskesmas mengantar Vany dengan didampingi seorang perawat dan ibu Ita. Tiba di rumah sakit perawat yang mendampingi menyampaikan catatan dari Puskesmas.

Dokter menyarankan untuk pemeriksaan lengkap. Vany dan ibu Ita menunggu jadwal periksa pukul 16.00, ibu Ita melihat jam tanggan nya baru pukul 15.40.

Mereka menunggu 20 menit lagi. Hingga tak lama kemudian Namanya disebutkan. Dokter meminta agar pasien menjalani rawat inap.

Rawat inap dijalani dalam beberapa hari, namun kondisi tubuh makin melemah.  Hasil pemeriksaan yang disebut pemeriksaan lengkap ada di tangan ibu Ita. Ibu Ita menuruti dan dengan pelan membuka map yang berisi kertas putih bertuliskan hasil pemeriksaan. Ibu Ita kaget, pucat dan merasa tidak percaya  ternyata Vany menderita penyakit kanker otak stadium akhir.

Ibu Ita meneteskan air mata, ia tidak menyangka anak baik, dan mandiri serta anak yatim piatu ini harus mengalami penyakit mematikan. Vany bertanya tentang apa penyakit yang ia derita. Ibu Ita menangis dan memeluk Vany, mencium nya.

“Ibu doakan, kamu akan baik-baik saja nak.”

Ibu Ita memeluk erat tubuh Vany.  Vany seakan bertambah bingung dengan apa yang sedang terjadi. Ibu Ita masih memeluknya seakan tidak mampu memberitahukan hasil pemeriksaan tadi. Vany meraih map tadi, dan cepat-cepat membuka kertas lalu membaca.

Vany diam. Dalam diamnya itu ia menatap lembaran berisi informasi yang tak dapat dipahaminya secara baik. bibirnya terkunci, ia tak mampu berbicara, ia melepaskan pelukan ibu Ita, ia menarik napas dan menghembuskannya lagi.

Sumber: Meta AI


Dengan suara perlahan ia berbisik pada ibu Ita, “Bila Tuhan berkenan pada hidup saya seperti apa pun itu, saya iklhas menerima , saya tidak menolak kehendak Tuhan.”

Ibu Ita mengabarkan ke kampung pada keluarga Vany. Beberapa orang datang membezuk dan menjaga agar ibu Ita dapat melaksanakan tugas.

Beberapa hari kemudian, Vany dibawa kembali. Kabar ini sampai kepada ibu Ita. Ibu Ita berencana mendatangi rumah Vany sepulang sekolah.

Maka sepulang sekolah ibu Ita menuju rumah Vany, ia rindu bertemu Vany, dan rindu memeluknya apalagi dalam keadaan seperti ini. Tak lupa membawa bingkisan makan dan buah-buahan untuk Vany.

Ketika tiba di sana, ibu Ita justru harus berhadapan dengan kenyataan bahwa muridnya, Vany telah tiada. Jasadnya kaku di pembaringan. Ia telah pergi untuk selama-lamanya. Ia menangisi jenasah muridnya.

Langit bagai sedang mendung hendak menurunkan hujan lebat. Kerabat dan sahabat-sahabat Vany bersama-sama mengantarkan jenazahnya yang telah dikemas dalam satu unit peti. Upacara penguburan berlangsung dengan isak-tangis yang tak henti-hentinya.

 



Penulis : Tathy Amnifu
Editor: Heronimus Bani

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curhat ibu Guru pada Jalan yang dilalui Bagai si Anak Tiri

Catatan tentang Kebun Kelapa pada Penulis Pemula

Menulis untuk Berterima kasih